TEORI KONSUMSI
Disusun oleh :
Beni Saswita
Ari Irvan Syahputra
Fajar Aulia Akmal
Yuriza Apri Jasmi
Rio Kardova
JURUSAN EKONOMI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
BANDA ACEH
2013
Disusun oleh :
Beni Saswita
Ari Irvan Syahputra
Fajar Aulia Akmal
Yuriza Apri Jasmi
Rio Kardova
JURUSAN EKONOMI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
BANDA ACEH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengeluaran
konsumsi masyarakat adalah salah satu variabel makro ekonomi yang dilambangkan
“C”. Konsep konsumsi yang merupakan konsep yang di Indonesiakan dalam bahasa
Inggris “Consumption”, merupakan pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah
tangga ke atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dari orang-orang yang melakukan pembelanjaan tersebut atau juga
pendapatan yang dibelanjakan. Bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut
tabungan, dilambangkan dengan huruf “S” inisial dari katasaving. Apabila
pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan,
maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan.
(Dumairy, 1996: 114).
Pembelanjaan
masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain
digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk
digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang
konsumsi. Kegiatan produksi ada karena ada yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi
ada karena ada yang memproduksi, dan kegiatan produksi muncul karena ada gap
atau jarak antara konsumsi dan produksi. Prinsip dasar konsumsi adalah “saya
akan mengkonsumsi apa saja dan jumlah beberapapun sepanjang: anggaran saya
memadai dan saya memperoleh kepuasan maksimum“.
Banyak
alasan yang menyebabkan analisis makro ekonomi perlu memperhatikan tentang
konsumsi rumah tangga secara mendalam. Alasan pertama, konsumsi rumah tangga
memberikan pemasukan kepada pendapatan nasional. Di kebanyakaan negara
pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 persen dari pendapatan nasional. Alasan yang kedua,
konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan
ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan
pendapatannya. (Sukirno, 2003 : 338). Semakin besar pendapatan seseorang maka
akan semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya pengeluaran
konsumsi terhadap tambahan pendapatan adalah hasrat marjinal untuk berkonsumsi (Marginal Propensity
to Consume, MPC). Sedangkan besarnya tambahan pendapatan dinamakan
hasrat marjinal untuk menabung (Marginal
to Save, MPS). Pada pengeluaran
konsumsi rumah tangga terdapat konsumsi minimum bagi rumah tangga tersebut,
yaitu besarnya pengeluaran konsumsi yang harus dilakukan, walaupun tidak ada
pendapatan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ini disebut pengeluaran konsumsi
otonom (outonomous consumtion).
Pertumbuhan
ekonomi saat ini bertumpu pada konsumsi karena peranan sektor investasi dan
ekspor mendorong pertumbuhan ekonomi. Bertitik tolak pada latar belakang
masalah yang dipaparkan sebelumnya, maka penyusun akan meneliti dan
menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat di
Indonesia. Demikian latar belakang yang bisa kami sajikan selanjutnya kami akan
membahas secara rinci dalam pembahasan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa konsumsi dan fungsi konsumsi itu?
2.
Apa Yang Menjadi Variabel Lain Yang Mempengaruhi
Pengeluaran Konsumsi ?
3.
Apa Yang Menjadi Prinsip Konsumsi ?
4.
Bagaimana Teori Konsumsi Dalam Perbaikan Ekonomi
?
C. Tujuan
Tujuan dibuantnya
makalah ini ialah utnuk:
a. Mengetahui apa yang dimaksud
dengan teori konsumsi;
b. Mengetahui apa saja yang menjadi
prinsp-prinsip konsumsi;
c. Mengetahui apa yang mempengaruhi konsumsi
tersebut;
d. Mengetahui bagaimana teori
konsumsi dalam perbaikan ekonomi;
e. Diajukan sebagai pemenuhan tugas
mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi Makro;
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSUMSI DAN FUNGSI KONSUMSI
Konsep
konsumsi, yang merupakan konsep yang di Indonesiakan dari bahasa inggris ”Consumtion”.
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barangbarang dan jasa-jasa yang dilakukan
oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang
melakukan pembelanjaan tersebut. Teori Konsumsi adalah teori yang
mempelajari bagaimana manusia / konsumen itu memuaskan kebutuhannya dengan
pembelian / penggunaan barang dan jasa. Sedangkan pelaku konsumen adalah
bagaimana ia memutuskan berapa jumlah barang dan jasa yang akan dibeli dalam
berbagai situasi.
Pembelanjaan
masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain
digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk
digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang
konsumsi.(Dumairy, 1996)
Fungsi
konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat
konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposebel)
perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan : i.
Fungsi konsumsi ialah : C =
a + By. Dimana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah
0, b adalah kecondongan konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi dan Y
adalah tingkat pendapatan nasional.
Ada
dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara pendapatan disposebel dengan
konsumsi dan pendapatan diposebel dengan tabungan yaitu kosep kecondongan
mengkonsumsi dan kecondongan menabung. Kecondongan mengkonsumsi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu kecondongan mengkonsumsi marginal dan kecondongan
mengkonsumsi ratarata. Kencondongan mengkonsumsi marginal dapat dinyatakan
sebagai MPC (berasal dari istilah inggrisnya Marginal
Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara
pertambahan konsumsi (ΔC) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan
disposebel (ΔYd) yang diperoleh. Nilai MPC dapat dihitung dengan menggunakan
formula : MPC = Yd . CΔ
Kencondongan
mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average Propensity to Consume),
dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara tingkat pengeluaran konsumsi
(C) dengan tingkat pendapatan disposebel pada ketika konsumen tersebut
dilakukan (Yd). Nilai APC dapat dihitung dengan menggunakan formula : APC = Yd.C
Kecondongan
menabung dapat dibedakan menjadi dua yaitu kencondongan menabung marginal dan
kecondongan menabung rata-rata. Kecondongan menabung marginal dinyatakan dengan
MPS (Marginal Propensity to Save) adalah perbandingan di antara
pertambahan tabungan (ΔS) dengan pertambahan pendapatan disposebel (ΔYd). Nilai
MPS dapat dihitung dengan menggunakan formula : MPS = Yd.SΔ.
Kecondongan
menabung rata-rata dinyatakan dengan APS (Average Propensity to Save),
menunjukan perbandingan di antara tabungan (S) dengan pendapatan disposebel
(Yd). Nilai APS dapat dihitung dengan menggunakan formula : APS = Yd.S (Sadono Sukirno, 2003: 94-101).
1.
Teori Konsumsi John Maynard Keynes
Dalam
teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan
tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi casual. Pertama dan
terpenting Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal
propensity to consume)
jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan
satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi
kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan
kibijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh
pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan
konsumsi.
Kedua,
Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut
kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume),
turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan,
sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari
pendapatan mereka ketimbang si miskin.
Ketiga,
keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting
dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa
pengaruh tingkat bungaterhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya
bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu
dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting.Berdasarkan tiga
dugaan ini,fungsi konsumsi keynes sering ditulis sebagai C = C + cY, C > 0,
0 < c < 1
Keterangan :
C = konsumsi
Y = pendapatan
disposebel
C = konstanta
c = kecenderungan
mengkonsumsi marginal
(N.G Mankiw, 2003 :
425-426)
Secara singkat di
bawah ini beberapa catatan mengenai fungsi
konsumsi Keynes :
· Variabel nyata adalah bahwa
fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan
pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga
konstan.
· Pendapatan yang terjadi
disebutkan bahwa pendapatan nasional yang menentukan besar kecilnya pengeluaran
konsumsi adalah pendapatan
nasional yang terjadi atau current national income.
· Pendapatan absolute disebutkan
bahwa fungsi konsumsi Keynes variabel pendapatan nasionalnya perlu
diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut, yang dapat dilawankan
dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen dan sebagainya.
· Bentuk fungsi konsumsi
menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk garis lurus. Keynes berpendapat bahwa
fungsi konsumsi berbentuk lengkung. (Soediyono Reksoprayitno, 2000: 146 ).
2.
Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen
(Milton Friedman)
Teori
dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friedman. Menurut teori
ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen
(permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income).
Pengertian dari pendapatan permanen adalah :
· Pendapatan yang selalu diterima
pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya
pendapatan dari gaji, upah.
· Pendapatan yang diperoleh dari
semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan).
Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa diperkirakan
sebelumnya. (Guritno Mangkoesoebroto, 1998: 72).
Friedman
menganggap pula bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan
pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen,
maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga MPC dari
pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen menerima
pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi.
Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negatif maka
tidak akan mengurangi konsumsi. (Suparmoko, 1991: 70).
3.
Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup
Teori
dengan hipotesis siklus hidup dikemukaan oleh Franco Modigliani. Franco
Modigliani menerangkan bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat mendasarkan
kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang
pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya.
Karena
orang cenderung menerima penghasilan / pendapatan yang rendah pada usia muda,
tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan
berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan
mempunyai tabungan negatif (dissaving), orang berumur menengah menabung
dan membayar kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan
mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah.
Selanjutnya
Modigliani menganggap penting peranan kekayaan (assets) sebagai penentu
tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai
kekayaan seperti karena adanya inflasi maka nilai rumah dan tanah meningkat,
karena adanya kenaikan harga surat-surat berharga, atau karena peningkatan
dalam jumlah uang beredar. Sesungguhnya dalam kenyataan orang menumpuk kekayaan
sepanjang hidup mereka, dan tidak hanya orang yang sudah pension saja. Apabila
terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan, maka konsumsi akan meningkat atau dapat
dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti menekan hasrat
konsumsi, menekan koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari
perubahan-perubahan yang tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi,
ekspor, maupun pengeluaran-pengeluaran lain. (Suparmoko, 1991: 73-74).
4.
Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif
James
Dusenberry mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan
terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan
berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi.
Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya
saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan betambah,
tetapi brtambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar
dengan pesatnya.
Kenyataan
ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang telah kita capai
tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka
tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk
konsumsi, sedangkan di lain pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat.
(Soediyono Reksoprayitno, 2000). Dalam teorinya, Dusenberry menggunakan dua
asumsi yaitu:
a. Selera sebuah rumah tangga atas
barang konsumsi adalah interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga
dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya.
b. Pengeluaran konsumsi adalah
irreversibel. Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat penghasilan naik
berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.(Guritno
Mangkoesoebroto, 1998: 70).
B. BEBERAPA VARIABEL LAIN YANG
MEMPENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI
Perkembangan
ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya variabel yang dapat
mempengaruhi pengeluaran konsumsi selain pendapatan nasional, inflasi, suku
bunga, dan jumlah uang beredar seperti sebagai berikut:
1. Selera
Di
antara orang-orang yang berumur sama dan berpendapatan sama, beberapa orang
dari mereka mengkonsumsi lebih banyak dari pada yang lain. Hal ini dikarenakan
ada nyaperbedaan sikap dalam penghematan (thrift).
2. Faktor sosial ekonomi
Faktor
sosial ekonomi misalnya: umur, pendidikan, pekerjaan dan keadaan keluarga.
Biasanya pendapatan akan tinggi pada kelompok umur muda dan terus meninggi dan
mencapai puncaknya pada umur pertengahan, dan akhirnya turun pada kelompok tua.
Demikian juga dengan pendapatan yang ia sisihkan (tabung) pada kelompok umur
tua adalah rendah. Yang berarti bagian pendapatan yang dikonsumsi relatif
tinggi pada kelompok muda dan tua, tetapi rendah pada umur pertengahan. Dengan
adanya perbedaan proporsi pendapatan untuk konsumsi diantara kelompok umur,
maka naiknya umur rata-rata penduduk akan mengubah fungsi konsumsi agregat.
3. Kekayaan
Kekayaan
secara eksplisit maupun implisit, sering dimasukan dalam fungsi konsumsi
agregat sebagai faktor yang menentukan konsumsi. Seperti dalam hipotesis
pendapatan permanen yang dikemukakan oleh Friedman, Albert Ando dan Franco
Modigliani menyatakan bahwa hasil bersih (net worth) dari suatu kekayaan
merupakan faktor penting dalam menentukan konsumsi.
4. Keuntungan / Kerugian Capital
Keuntungan
kapital yaitu dengan naiknya hasil bersih dari kapital akan mendorong tambahnya
konsumsi, sebaliknya dengan adanya kerugian kapital akan mengurangi konsumsi.
Menurut John J. Arena menemukan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi
agregat dan keuntungan kapital karena sebagian saham dipegang oleh orang-orang
yang berpendapatan tinggi dan konsumsi mereka tidak terpengaruh oleh perubahan
perubahan jangka pendek dalam harga surat berharga tersebut. Sebaliknya Kul B.
Bhatia dan Barry Bosworth menemukan hubungan yang positif antara konsumsi
dengan keuntungan kapital.
5. Tingkat harga
Naiknya
pendapatan nominal yang disertai dengan naiknya tingkat harga dengan proporsi
yang sama tidak akan mengubah konsumsi riil. Bila seseorang tidak mengubah
konsumsi riilnya walaupun ada kenaikan pendapatan nominal dan tingkat harga
secara proposional, maka ia dinamakan bebas dari ilusi uang (money illusion)
seperti halnya pendapat ekonomi kasik. Sebaliknya bila mereka mengubah konsumsi
riilnya maka dikatakan mengalami “ilusi uang” seperti yang dikemukakan Keynes.
6. Barang tahan lama
Barang
tahan lama adalah barang yang dapat dinikmati sampai pada masa yang akan datang
(biasanya lebih dari satu tahun). Adanya barang tahan lama ini menyebabkan
timbulnya fluktuasi pengeluaran konsumsi. Seseorang yang memiliki banyak barang
tahan lama, seperti lemari es, perabotan, mobil, sepeda motor, tidak membelinya
lagi dalam waktu dekat. Akibatnya pengeluaran konsumsi untuk jenis barang
seperti ini cenderung menurun pada masa (tahun) yang akan datang. Pengeluaran
konsumsi untuk jenis barang ini menjadi berfluktuasi sepanjang waktu, sehingga
pada periode tersebut pengeluaran konsumsi secara keseluruhan juga berfluktuasi.
7. Kredit
Kredit
yang diberikan oleh sektor perbankan sangat erat hubungannya dengan pengeluaran
konsumsi yang dilakukan rumah tangga. Adanya kredit menyebabkan rumah tangga
dapat membeli barang pada waktu sekarang dan pembayarannya dilakukan di
kemudian hari. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa adanya fasilitas kredit
menyebabkan rumah tangga akan melakukan konsumsi yang lebih banyak,karena apa
yang mereka beli sekarang harus dibayar dengan penghasilan yang akan datang.
Konsumen akan memperhitungkan beberapa hal dalam melakukan pembayaran dengan
cara kredit, misalnya tingkat bunga, uang muka dan waktu pelunasannya. Tingkat
bunga tidak merupakan faktor dominan dalam memutuskan pembelian dengan cara
kredit, sebagaimana faktor-faktor yang lain seperti uang muka dan waktu
pelunasan. Kenaikan uang muka akan menurunkan jumlah uang yang hurus dibayar
secara kredit. Sedangkan semakin panjang waktu pelunasan akan meningkatkan
jumlah uang yang harus dibayardengan kredit. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak
adanya kejelasan mengenai pengaruh kredit terhadap pengeluaran konsumsi.
(Suparmoko, 1991: 74-77).
C. PRINSIP TEORI KONSUMSI
1. Barang (goods) yang
di konsumsi mempunyai sifat semakin banyak akan semakin besar manfaatnya.
Dengan demikian, jika sesuatu yang bila dikonsumsi semakin banyak justru
mengurangi kenikmatan hidup (bad) tidak dapat didefinisikan sebagai barang,
misalnya penyakit.
2. Utilitas (utility)
adalah manfaat yang diperoleh seseorang karena ia mengkonsumsi barang, Dengan
demikian Utilitas merupakan ukuran manfaat (kepuasan) bg seseorang karena
mengkonsumsi barang. Keseluruhan manfaat yang diperoleh konsumen karena
mengkonsumsi sejumlah barang disebut dengan Utilitas total (Total Utility)
Utilitas marjinal (marginal utility) adalah tambahan manfaat yang diperoleh
karena menambah satu unit konsumsi barang tertentu.
3. Pada teori Utilitas
berlaku Hukum Pertambahan Manfaat yang Makin Menurun (The law of Diminishing
marginal utility) yaitu bahwa awalnya sesorang konsumen mengkonsumsi satu unit
barang tertentu akan memperoleh atambahan Utilitas (manfaat) yang besar, akan
tetapi tambahan unit konsumsi barang tersebut akan memberikan tambahan Utilitas
(manfaat yang semakin menurun, dan bahkan dapat memberikan manfaat negatif.
Dengan kata lain, Utilitas marjinal (MU) mula-mula adalah besar, dan semakin
menurun dengan meningkatnya unit barang yang dikonsumsi.
4. Pada teori Utilitas
berlaku konsistensi preferensi, yaitu bahwa konsumen dapat secara tuntas
(complete) menentukan rangking dan ordering pilihan (preference, choice)
diantara berbagai paket barang yang tersedia. Konsep ini disebut dengan
Transitivity dan rasionalitas. Misalnya, jika A lebih disuka dari B atau
A>B, dan B lebih disukai dari C atau B>C, maka harus berlaku A lebih
disuka dari C, atau A>C.
5. Pada teori Utilitas diasumsikan bahwa konsumen
mempunyai pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan konsumsinya.
Mereka dianggap (diasumsikan) mengetahui persis kualitas barang, kapasitas
produksi, teknologi yang digunakan dsb.
D. TEORI KONSUMSI DALAM PERBAIKAN EKONOMI
Teori
konsumsi dan tingkat perbaikan ekonomi. 2 hal ini sempat dikemukan oleh
presiden SBY saat krisis ekonomi sempat hinggap dan terus hinggap sehinga
menjadi masalah tersendiri bagi perekonomian Indonesia bangsa Indonesia secara
keseluruhan.Tingkat konsumsi seperti apa ? Waktu itu Presiden SBY memalui
pemerintahannya sempat megajukan usulan peningkatkan
aktivitas konsumsi dalam ngeri untuk memulihkan perekonomian, secara tidak
langsung industri ekonomi dalam negri akan tumbuh dengan baik.
Konsumsi
seperti apa ? pertanyaan yang terus berulang, banyak pihak yang mengatakan
bahwa daya beli masyarakat Indonesia rendah. Kalau begitu apa ukurannya ? di
sektor mana saja ? Sebuah jawaban yang belum saya ketahui. Tapi sekarang mari
kita lihat apakah sebenarnya daya beli mayarakat Indonesia rendah .
Pernyataan
daya beli masyarakat Indonesia sebenarnya tidak lah rendah jika hal ini
dihitung dari kebutuhan sekunder.Yang masih membinggungkan sekarang ini ialah
masyarakt Indonesia sepertinya tidak lagi bisa membedakan yang mana kebutuhan
primer atau kebutuhan sekunder ,sebuah teori mengatakan ”Lihat saja sekarang
hampir dari satu setengah populasi penduduk Indonesia sudah punya mobile communication
atau bahasa sederhananya adalah handphone atau sim card proveider telepon
selular”.
Handphone
atau pun sim card bukalah barang mahal lagi yang siap dikonsumsi ,meskipun
harganya bisa mencapai jutaan tidak dipermasalahkan. Sedangkan kebutuhan primer
berupa pangan,sandang dan papan menjadi sesuatu yang terpinggirkan. Jika
ditanya di kalangan menengah ke atas jelas jawabnnya mereka bisa berimbang.
Tapi kelas menengah ke bawah jawabannya bisa mendua .Kenapa mendua ? karena
barang sekunder seperti telepon selular juga sudah menjadi kebutuhan wajib buat
mereka. Harga yang biasnya diterapkan oleh perusahaan telepon dan perusahaan
provider memudahkan konsumen untuk memilih handphone atau sim card yang mereka
inginkan. Masalah pulsa jelas yang ke dua .Sedangkan tariff yang berlomba-lomba
masih diperangkan tetap menjadi acuan konsumen. Konsumen menjadi konsumtif
sekarang rendahkah daya beli konsumen.
jika
kembali ke bagaimana teori konsumsi dan kebutuhan tersebut,jika saja semua
orang Indonesia sadar dan bisa memilih menyelamatkan ekonomi Indonesia terlebih
dahulu baru ekonomi perusahaannya dan ekonomi diri-nya atau apa apun itu saya
yakin sebuah debat narsis tidak akan terjadi,siapa yang ingin menjadi
pahlawan,dan siapa yang hanya bermulut besar akan tersadar tentang betapa
besarnya sebuah arti nurani untuk kehidupan bersama bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori
Konsumsi adalah teori yang
mempelajari bagaimana manusia / konsumen itu memuaskan kebutuhannya dengan
pembelian / penggunaan barang dan jasa. Sedangkan pelaku konsumen adalah
bagaimana ia memutuskan berapa jumlah barang dan jasa yang akan dibeli dalam
berbagai situasi.
Fungsi
konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat
konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposebel)
perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan,
Perkembangan ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya variabel yang
dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi selain pendapatan nasional, inflasi,
suku bunga, dan jumlah uang beredar.
B. Saran
Dalam
penyusunan makalah ini yang dimana kami membahas tentang “TEORI KONSUMSI”,
penulis menggunakan sumber yang cukup mendasar bagi judul makalah ini. Selain
itu, bentuk pemaparan dan penjelasan makalah ini menggunakan metode
pendeskripsian dan argumentasi bagi masalah-masalah yang dituangkan dalam
makalah. Penggunaan gaya bahasa yang mudah dipahami membuat sebuah kajian baru
dalam menyelesaikan suatu studi kasus.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan yang perlu ditambah dan diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan inspirasi dari para pembaca dalam hal
membantu menyempurkan makalah ini. Untuk terakhir kalinya penulis berharap agar
dengan hadirnya makalah ini akan memberikan sebuah perubahan khususnya dunia
pendidikan.
0 komentar
Posting Komentar