Pages

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 29 November 2013

Kerjasama Pemerintah Indonesia Dengan AFP (Asia Forest Partnership) Dalam Mengatasi Masalah Penebangan Liar Di Indonesia (2007-2011)

Latar Belakang Masalah
Salah satu isu lingkungan yang menjadi fokus perhatian dunia internasional pada saat ini adalah mengenai pemanasan global (global warming). Pemanasan global dianggap sebagai aspek yang harus diselesaikan seluruh bangsa, maka PBB sebagai representasi negara-negara dunia diharapkan peduli terhadap masalah pemanasan global.
Menurut Green Peace, Protokol Kyoto menjadi salah satu langkah yang diambil PBB untuk menyelesaikan kasus pemanasan global, disamping itu terdapat beberapa NGO yang perhatian terhadap lingkungan seperti, Internasional Green Peace dan WALHI(Wahana Lingkungan Hidup).
Selain peran NGO ada pun Organisasi Internasional lainnya seperti ITTO (International Tropical Timber Organization) yaitusebuah organisasi komoditas kayu tropik yang bernaung dibawahUnited Nations Conference on Trade And Development (UNCTAD).Yang bertujuan untuk memperlancar perdagangan komoditas, meningkatkan industrialisasi negara produsen kayu tropik sekaligus meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat (Iskandar, 1999:81-82). ITTOberusaha membangun kesadaran bersama untuk memerangi perbuatan yang berpotensi merusak hutan (Radityo dan Falahi, 2008:7).
Adapun beberapa negara anggota AFP (Asia Forest partnership) yang bergerak dalam menangani permasalahan dan memiliki peran-peran penting dalam isu-isu lingkungan di kawasan asia.AFP memiliki peran-peran penting dalam isu lingkungan yaitu,pengelolaan hutan lestari dan penebangan liar. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki permasalahan dalam hutan harus dapat bekerjasama dengan AFP sebagai salah satu sarana untuk mencapai Kepentingan Nasional Indonesia, khususnya dalam mengatasi penebangan liar. Dengan adanya AFP maka kepentingan Indonesia di dunia Internasional dalam mengatasi penebangan liar sedikitnya dapat ditanggulangi. Dan dapat menekan kerugian yang didapatkan dari praktek penebangan liar.
Hubungan Indonesia dengan AFP lebih ditekankan pada level mitra individualnya. Mendapatkan sumber-sumber pengetahuan yang baru dengan cara berbagi informasi dengan mitra yang lain, adanya hutan Indonesia yang merupakan hutan alam sangat penting dalam politik ekonomi global, sehingga dapat meningkatkan kredibilitasnya dimata dunia Internasional.
Penebangan liar ini kerap terjadi di perbatasan wilayah Negara Republik Indonesia, kegiatan penebangan liar ini meliputi penebangan kayu dan membuka jalan untuk mengangkut hasil kayu dari penebangan liar. Aktor yang berperan dalam penebangan liar ini adalah beberapa warga asing yang dimotori oleh perusahaan milik Malaysia (Perusahaan Kayu Maju Johan). Dengan dibantu tiga orang, satu alat berat (exavator) dan chain saw, dapat merusak 36 hektar (Suryadi, 2008:27).
Informasi ini sangat cukup memprihatinkan, jika dilihat dari kerusakan yang ditimbulkan sangat merugikan Negara dan ekosistem yang ada. Sehingga pemerintah harus lebih tajam lagi memperhatikan kawasan-kawasan perbatasan (Batas wilayah Indonesia dengan Negara Malaysia, Filiphina, Singapura, dan Laut China Selatanyang berpotensi sebagai lokasi penebangan liar.
Penggundulan hutan erat kaitannya dengan illegal logging atau penebangan liar yaitu kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari Pemerintah setempat. Kesadaran hukum akan kelestarian hutan sangat penting. Dengan adanya ketaatan dan kedisiplinan untuk melakukan semua aturan hukum yang berlaku demi menjaga kelestarian hutan (Zain, 1997:66-67). Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, dilihat dari besarnya kapasitas industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.
Dalam kasus penebangan liar yang terjadi pada 13 September 2008 di perbatasan Indonesia Malaysia (Kabupaten Malinau, Kecamatan Kayan Ulu, Desa Betaoh, Kalimantan Timur) telah dilakukan oleh warganegara  asing Malaysia dan warganegara Indonesia yang dinaungi oleh perusahaan milik pengusaha dari negara Malaysia, yaitu perusahaan Kayu Maju Johan WTK yang lokasinya berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia (Suryadi, 2008:26). Diharapkan adanya tindakan dari pemerintah Indonesia untuk menangani masalah penebangan liar.
Dengan adanya berbagai konvensi mengenai lingkungan, yang didalamnya membahas mengenai sumberdaya hutan dan negara-negara yang memiliki kepentingan atas keberadaan hutan didunia. Salah satu negara yang ikut dalam berbagai pembentukan dan menjalankan konvensi tersebut adalah Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Bali tentang FLEG (Forest Law Enforcement and Governance) September 2001, Indonesia dan Jepang membicarakan untuk membentuk  Asia Forest Partnership (AFP).
Sehingga AFP INFORMASI/UMUM/KLN/AFP, diluncurkan pada Konvensi Tingkat Tinggi Pembangunan yang Berkelanjutan pada Agustus 2002 di Johannesburg. AFP adalah forum kemitraan sukarela, yang merupakan kolaborasi dari berbagai pihak yang meliputi lembaga pemerintah, organisasi antar pemerintah dan organisasi non pemerintah dalam rangka mempromosikan hutan lestari di asia. AFP bertujuan mempromosikan pengelolaan hutan lestari di asia, yang didasari atas adanya permasalahan kerusakan hutan. Terdapat tiga poin penting dalam masalah hutan yang harus segera ditangani yaitu : pertama penanggulangan penebangan liarkeduapenanggulangan kebakaran hutan, dan ketiga rehabilitasi hutan dan lahan.
Jika dikaitkan dengan kasus penebangan liar yang dilakukan warganegara Malaysia dan eksploitasi hutan yang tidak mendukung kelestarian hutan mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan. Untuk itu Kemitraan AFPINFORMASI/UMUM/KLN/AFP, sangat diharapkan dapat membantu Indonesia dalam menangani maslaha hutan, sehingga menguntungkan bagi para mitranya yaitu, Pemerintah Jepang dan Pemerintah Indonesia (mewakili pemerintah), CIFOR (The Center For International Forestry Research) (mewakili organisasi antar pemerintah), dan TNC (mewakili organisasi non pemerintah/masyarakat), karena telah memiliki otoritas yang lebih besar dibandingkan dengan mitra yang lainnya, selain mitra yang telah disebutkan diatas.
Sejak tahun 2005, Pemerintah Indonesia telah memiliki Inpres No. 4 Tahun 2005(INPRES RI, 2010:414). Mengenai permasalahan pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan sekitarnya di seluruh wilayah Indonesia, akan tetapi dengan adanya hukum Inpres ini belum maksimal sehingga perlu hukum yang lebih kuat dalam bentuk Undang-Undang Anti Illegal Logging (Penebangan Liar). Pemberantasan penebangan liar dan pelestarian hutan Indonesia masih mengalami berbagai permasalahan yang terkait dengan kebijakan yang di keluarkan oleh Pemerintah Indonesia, yang seharusnya menjadi prioritas terdepan dalam perlindungan hutan Indonesia.
Makalah ini membahas tentang bagaimana kerjasama Pemerintah Indonesia dengan AFP dalam mengatasi masalah penebangan liar di Indonesia pada tahun 2007-2011. Di dalam makalah ini penulis memfokuskan analisa terhadap implementasi yang dilakukan oleh AFP agar dapat membantu Indonesia dalam mengatasi penebangan liar di Indonesia. Oleh karena itu, penulis menilai kemitraan dalam AFP ini merupakan perjanjian kerjasama yang penting bagi Indonesia dalam menyelamatkan hutan Indonesia dari aktivitas penebangan liar yang kerap terjadi.
Pertanyaan Penelitian
Bagaimana Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan AFP (Asia Forest Partnership)dalam Mengatasi Masalah Penebangan Liar di Indonesia Pada Tahun 2007-2011?
Bagaimana Implementasi Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan AFP (Asia Forest Partnership) dalam Mengatasi Masalah Penebangan Liar  di Indonesia Pada Tahun 2007-2011?
Kerangka Pemikiran
Untuk mengkaji penelitian ini, penulis menggunakan landasan teori sebagai sumber kajian teoritis dan analisis empiris. Teori juga dapat berupa sebuah bentuk pernyataan yang menghubungkan beberapa konsep secara logis dan sistematis(Mas’oed, 1990:217). Perkembangan selanjutnya teori dapat berfungsi untuk memahami dan memberikan kerangka hipotesis secara logis untuk menjelaskan maksud terhadap berbagai fenomena yang terjadi. Penelitian ini mengenai KerjasamaPemerintah Indonesia dengan AFP (Asia Forest Partnership) dalam Mengatasi MasalahPenebangan Liar di Indonesia Pada Tahun 2007-2011Adapun teori-teori yang akan dijadikan landasan kajian dan analisis dalam penelitian ini.
Dalam pembahasan ini penulis akan merujuk pada Perspektif  Kepentingan Nasional sebagaimana yang dikemukakan oleh Hans J. Morgenthau, yaitu produk dari proses politik melalui seorang pemimpin Negara tiba pada suatu keputusan bahwa peristiwa yang terjadi di lingkungan Internasional sangat penting bagi Negara. Morgenthau juga mengatakan bahwa Kepentingan Nasional setiap Negara tidak lepas dari unsur politik dan peristiwa-peristiwa yang terjadi sehingga tercipta tujuan dari Negara itu sendiri(Morgenthau, 1978:365-367).
Dalam kasus penebangan liar yang terjadi di Indonesia dapat dikategorikan sebagai permasalahan yang mengandung unsur politik, dimana kekuasaan disalah artikan untuk tindakan-tindakan yang seharusnya tidak terjadi, seperti penebangan liar sendiri, demi meraih keuntungan yang besar. Salah satu dari aktor yang menyalahgunakan kekuasaan untuk melakukan kegiatan penebangan liar, dapat dilihat dari kasus yang dilakukan penebang liar dapat begitu saja menebang hutan tanpa sepengetahuan dari pemerintah daerah yang memiliki peranan penting di daerahnya, meskipun secara tidak langsung bekerja untuk memudahkan kegiatan penebangan liar ini.
Selain Morgenthau, Perspektif dari Joseph Frankel, yang merumuskan Kepentingan Nasional sebagai aspirasi dari suatu Negara yang dapat diwujudkan secara operasional dalam upaya pencapaian suatu tujuan spesifik (Frankel, 1988:93). Dapat diartikan sebagai aspirasi rakyat yang direalisasikan dalam suatu tindakan atau gerakan sehingga menghasilkan program dan kebijakan dari pemerintah. Adanya INPRES RI nomor 4 tahun 2005, diharapkan dapat memberantas kegiatan penebangan liar dengan benar. Kerjasama antara oknum-oknum yang telah dipilih Presiden dengan masyarakat setempat, dapat menjaga keutuhan hutan di Indonesia dan siap melaporkan kepada oknum polisi  jika terjadi penebangan liar.
Agar terciptanya kebijakan luar negeri suatu Negara maka harus didasari oleh kepentingan nasional untuk keberlangsungan negaranya. Dimana setiap Negara dapat membentuk dan mempetahankan pengendaliannya atas Negara lain, adalah tujuan dari kepentingan nasional yang didasari untuk mengejar kekuasaan menurut Morgenthau dalam Politics Among Nations (dalam Mochtar Mas’oed. 1990:140-141). Selain pengertian diatas, kepentingan nasional juga merupakan hasil dari persaingan politik internal yang didalamnya yang terdapat beberapa kepentingan politik, namun saling bertentangan. Oleh karena itu kebijakan luar negeri erat hubungannya dengan kepentingan nasional dari Negara-negara yang bersangkutan.
Kesejahteraan ekonomi, militer keamanan dan pertahanan adalah hasil dari bentuk adanya kepentingan nasional. Sehingga kepentingan nasional dapat menjadi arahan para pembuat keputusan dalam merumuskan kebijakan luar negeri dan konsep dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri seperti yang terdapat dalam kamus hubungan internasional (Jack.C.Plano dan Roy Olton. 1999:11)
Hasil kebijakan pemerintah tidak hanya mencakup kebijakan saja, namun dilihat dari pelaksanaannya dalam menangani kasus penebangan liar, yang sampai sekarang masih menjadi problema di Indonesia. Frankel, et al. dalam bukunya yang berjudul International Relations in a Changing World mengatakan bahwa Kepentingan Nasional merupakan kunci utama dari konsep Kebijakan Luar Negeri yang menjadi pokok utama dari total keseluruhan nilai-nilai nasionalitas suatu bangsa(Frankel, 1988:93).
Untuk mencapai target serta tujuan yang diinginkan suatu Negara haruslah mengacu pada Kepetingan Nasional demi menciptakan Kebijakan Luar Negeri yang baik. Dapat dilhat dari konsep kekuasaan dan Negara menurut Subadi adalah mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang bertentangan satu dengan yang lainnya supaya tidak menjadi hal yang membahayakan. Sehingga tercapai kegiatan yang sesuai tujuan dari masyarakat menuju tujuan nasional (Subadi, 2010:10).
Sebaliknya menurut Holsti, et al. “Kebijakan Luar Negeri merupakan akar dari politik luar negeri, dan politik luar negeri sendiri merupakan pola perilaku sebuah negara dan juga reaksi ataupun respon dari negara lain terhadap perilaku tersebut (Holsti, 1992:3). Diharapkan dari Pemerintah dapat menciptakan strategi kebijakan yang baik untuk menghadapi Negara lain dan politik internasional untuk mencapai Kepentingan Nasional.
Pemikiran politik hijau memiliki implikasi cukup besar terhadap politik global. Salah satunya bagi masyarakat skala kecil dengan ikatan kuat yang konservatif dan hierarkis yang swadaya dalam konsumsi sumberdaya, dimana kebebasan dan egoisme yang telah menyebabkan krisis lingkungan dan kecenderungan ini perlu dibatasi untuk menghasilkan masyarakat berkelanjutan (Burchill&Linklater, 1996:344). Diharapkan masyarakat sadar diri dan menyadari kesalahan. Dilihat dalam kasus penebangan liar yang berdampak pada  keadaan ekosistem di Indonesia. Tetapi juga mempengaruhi wilayah Indonesia sering dilanda banjir dan tanah longsor jika sedang musim hujan. Sejauh ini Indonesia telah mengalami 236 kali banjir di 136 kabupaten dan 26 propinsi, disamping itu juga terjadi 111 kejadian longsor di 48 kabupaten dan 13 propinsi (Kompas, 2007).
Penebangan liar juga mengakibatkan berkurangnya sumber mata air di daerah perhutanan. Pohon-pohon di hutan yang biasanya menjadi penyerap air untuk menyediakan sumber mata air untuk kepentingan masyarakat setempat. Hal ini mengakibatkan masyarakat di daerah sekitar hutan kekurangan air bersih dan air untuk irigasi. Terdapat 78 kejadian kekeringan yang tersebar di 11 propinsi dan 36 kabupaten (Kompas, 2007)Semakin berkurangnya lapisan tanah yang subur. Lapisan tanah yang subur sering terbawa arus banjir yang melanda Indonesia (Chomitz, 2007:3). Akibatnya tanah yang subur semakin berkurang. Selanjutnya penebangan liar juga membawa dampak musnahnya berbagai fauna dan flora.
Tujuan dari teori politik hijau adalah untuk memberikan penjelasan tentang krisis ekologi yang dihadapi umat manusia, dengan upaya semaksimal mungkin memusatkan diri pada krisis itu. dimana merupakan persoalan paling utama yang dihadapi manusia, serta memberikan suatu dasar normatif dalam menghadapi krisis tersebut(Burchill&Linklater, 1996:361).
Krisis ekologis sama artinya dengan krisis lingkungan yang terjadi karena perbuatan manusia yang didasari oleh kebutuhan yang terus-menerus. Dengan memanfaatkan hutan di Indonesia namun tidak ada timbal-balik terhadap bumi itu sendiri, maka terjadilah dampak-dampak yang tidak diinginkan.Krisis lingkungan ini yang diakibatkan adanya penebangan liar merupakan masalah utama bagi masyarakat, flora, fauna dan pemerintah sendiri yang tidak memiliki ketegasan dalam menindaklanjuti penebangan liar di kawasan hutan Indonesia.
Diperlukan  sejumlah pihak terkait, instansi maupun organisasi dalam menggalakkan operasi untuk memberantas pelaku penebangan liar. Jika dikaitkan dengan pendapatEckreskey  dan Goodin, bahwa manusia memiliki kewajiban untuk hidup dalam keharmonisan dengan alam dan mengghargai serta memelihara keseimbangan ekologis secara menyeluruh (1992, dalam Jackson&Sorensen, 1999:329). Dalam pembahasan diatas, masyarakat juga dilibatkan dalam upaya pemberantasan untuk melakukan pengamanan dalam  melindungi hutan. Berikut ini data laju penebangan hutan versi Kementrian Kehutanan. Tahun 1985-1998 1,87 juta hektare per tahun, tahun 1998-2000 2,83 juta hektare per tahun, tahun 2000-2005 1,18 juta hektare per tahun, Penebangan Liar tahun 2000-2007 2,8 juta hektare setara dengan Rp 40 triliun(Tempo, 7 September 2007).
Menurut Goodin (1992, dalam Burchill&Linklater, 1996:346), banyaknya permasalahan lingkungan yang berlingkup transnational atau bahkan global, maka diperlukan kerja sama global untuk mengatasi permasalahan ini. Penulis berharap kebijakan pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia dapat mengatasi permasalahan yang menyangkut lingkungan hidup bagi negara Indonesia sendiri dan hubungan baik bagi kedua negara.
Kebijakan luar negeri yang dihasilkan dari kemitraan asia Forest Partnership tersebut terdapat kepentingan nasional masing-masing Negara. Untuk Negara Indonesia kepentingan nasionalnya adalah menjaga, merebut dan mempertahankan hutan Indonesia dari Negara-negara lainnya. Dan kepentingan anggota-anggota AFP lainnya adalah untuk menjaga hubungan dengan Negara lain dalam menangani kasus-kasus yang terdapat dalam agenda AFP. Dengan demikian, konsep teori yang digunakan penulis yakni konsep Kepentingan Nasional, Kebijakan Luar Negeri, isu lingkungan dan teori politik hijau yang saling berkesinambungan kiranya relevan untuk membahas lebih lanjut mengenai Kerjasama Pemerintah Indonesia Dengan AFP (Asia Forest Partnership) Dalam Mengatasi Masalah Penebangan Liar Di Indonesia (2007-2011).
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu cara untuk membuat gambaran dan situasi yang menjadi bagian permasalahan yang akan diteliti (Creswell, 1994:148).Jenis penelitian ini menggunakan metoda analisis kualitatif yang berdasarkan pada penelitian kepustakaan, yakni penelitian yang dilakukan melalui pengumpulan data dan informasi lainnya dengan berbagai sumber seperti buku, jurnal, majalah, dan internet. Metode lain yang digunakan adalah wawancara dengan narasumber yang dapat dipercaya sebagai sumber utama dan menggali informasi yang akan menyempurnakan skripsi ini (Harisson, 2007:87).
Penelitian ini memfokuskan pada persoalan Hubungan kedua Negara yaitu Indonesia dan Malaysia yang mengacu pada kasus penebangan liar sebagai suatu kajian yang sudah dikaji sebelumnya dan diperbaharui dengan melihat dampak dari penebangan liar di kedua Negara tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskritif analisis merupakan pengertian untuk melakukan penelitian dalam hubungan internasional. Menjelaskan metode kualitatif adalah suatu makna kognitif, atau makna sosiologis yang hidup dalam alam pikiran informan dan subyek-objek penelitian. Bukan suatu konsep yang justru ditawarkan oleh peneliti untuk dikembangkan saat pengumpulan data (Bungin, 2009:75).
Data untuk penelitian ini diperoleh melalui berbagai sumber, yaitu primer dan sekunder. Selain melakukan kajian dari berbagai literatur yang berkaitan dengan tidak langsung mengunakan studi kepustakan dengan mendatangi berbagai kepustakaan untuk mencari data penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini meliputi empat tipe, yaitu observasi, interview, dokumen, dan gambar visual yang masing-masing mempunyai fungsi dan keterbatasan (Creswell,1994:147).Berdasarkan kepada tipe-tipe tersebut penulis menggunakan data-data yang bersifat bersifat sekunder.
Data sekunder yaitu data yang sudah diolah dan sudah jadi lalu di publikasikan oleh instansi-instansi penerbit. Oleh karena itu, penelitian akan digunakan data sekunder sebagai data utama seperti buku, jurnal, skripsi, Koran, data kepustakaan dan dokumen-dokumen resmi serta situs-situs internet yang dianggap relevan dengan permasalahan penelitian ini. Dengan sumber kepustakaan diharapkan membantu penulis untuk mengupas, dan membahas lebih dalam mengenai Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Mengatasi Penebangan liar Di Hutan Indonesia (Kalimantan Timur)Oleh Warga Negara Malaysia Pada Tahun 2005-2008.
Daftar Pustaka
Buku
Bungin, Prof. Dr. HM. Burhan S.Sos., M.Si. 2009.  Penelitian Kualitatif.  Kencana. Jakarta.
Burchill, Scott dan Andrew Linglater. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional. Nusa Media. Bandung.
Chomitz, Kenneth M. 2007. Laporan Penelitian  Kebijakan Bank Dunia. “Dalam Sengketa? Perluasan, Pertanian, Pengentasan Kemiskinan, Dan Lingkungan Di Hutan Tropis. Salemba Empat. Jakarta.
Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches.Thousand Oaks: SAGE Publications, Inc.
Frankel, Joseph. 1988. International Relations in a Changing World, Oxford University Press.
Holsti, K. J. 1992. International Politics, A Framework for Analysis, 6thEdNew Jersey: Prentice Hall, Inc.
Iskandar, Dr.Ir. Untung. 1999. Dialog Kehutanan Dalam Wacana Global. BIGRAF Publishing. Yogyakarta.
Jackson, Robert dan Gerog Sorensen. 2009. Pengantar Studi hubungan Internasional. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Mas,oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan Metodologi Dictionary. LP3S. Jakarta.
Morgenthau, Hans J. 1978. Politic Among Nation : The Struggle For Power and Peace, Alfred W. Knopf.
Plano, Jack C.&Olton R. 1999. Kamus Hubungan Internasional.Abardin. Bandung.
Zain, Alam setia S.H. 1997. “Hukum Lingkungan Konservasi Alam”. Rieneka Cipta. Jakarta.
UU RI Nomor 19 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah RI Tahun 2010 Tentang Kehutanan dan Ilegal Loging., 2010.  INPRES RI Nomor 4 Tahun 2005 “Tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.”  Citra Umbara. Bandung.
Koran
“Dampak Illegal Loging,” Kompas,  Tahun 2007.
“Kekeringan Akibat dari Ilegal Loging,” Kompas, Tahun 2007.
“Robohnya Pohon Kami”, Tempo. 7 September 2007
Majalah
Radityo, Dharmaputra dan Ziyad Falahi. 2008. Makalah:Telaah Kritis Illegal Logging Sebagai Diskursus Hubungan Internasional;Tinjauan Perspektif Struktural Dan Kultural.Universitas Riau.
Suryadi, S.H., 2008.  Ilegal Loging di Perbatasan Indonesia Malaysia”. Majalah Kehutanan Indonesia.  Edisi X. Departemen Kehutanan. Jakarta.

0 komentar

Posting Komentar